Namaku
Ixel. Aku adalah seorang mahasiswa jurusan lingkungan hidup yang amat mencintai
bumi. Dahulu ketika aku kecil, aku bisa merasakan hidup di kota ini begitu
hijau dan asri. Setiap pagi kulihat embun. Selain itu juga, aku dapat setiap hari
berolahraga karena udara yang sejuk yang amat baik untuk kesehatan. Namun
setelah belasan tahun berlalu, tepatnya ketika aku SMA, aku merasa bahwa bumi
ini sudah tua dan sakit. Udara kotor di setiap pagi, panas matahari yang
menyengat di siang hari, serta banjir hingga puluhan meter ketika musim
penghujan tiba. Tapi aku tak bisa meyalahkan alam. Karena yang bersalah adalah
manusia yang tak mau mepedulikan bumi sebagai tempat tinggalnya . Padahal
sesungguhnya, merekalah yang ditugaskan oleh tuhan menjadi seorang khalifah
agar dapat melindungi bumi sampai datangnya akhir zaman. Tetapi karena
kesombongan, kerakusan, dan keserakahan merekalah yang membuat semua ini
terlupakan. Tak pernah sedikitpun terpikir oleh mereka bahwa bumi selalu
memberikan kontribusi yang luar biasa bagi kemakmuran dan kesejahteraan hidup
manusia. Cobalah mereka singgah di planet lain selain bumi, aku yakin mereka
tak akan bisa hidup, mereka pasti punah dan semuanya akan mati. Itulah mengapa
tuhan memilih bumi sebagai tempat singgahku serta semua makhluk tuhan yang
lainnya . Karena sesungguhnya dia maha tahu apa yang akan terjadi kedepannya.
Kemajuan
teknologi, era globalisasi dan perkembangan zaman yang diciptakan sendiri oleh
manusia membuat bumi menjadi tak berdaya. Banyaknya manusia yang sibuk dengan
tugasnya masing-masing, mencari harta, mencari kesenangan, dan mencari
kesuksesan sebesar-besarnya. Lambat laun mereka menjadi orang-orang yang kufur
dan lupa bersyukur. Bahwasannya tuhan telah memberikan kenikmatan yang amat
lebih kepada mereka dengan kelimpahan bahan alam serta segala fasilitasnya yang
ada di bumi yang tak pernah sedikitpun mereka sadari. Aku mencoba memperbaiki
kebiasaan buruk orang-orang tersebut terhadap bumi. Mulai dari membuang sampah
pada tempatnya, menanam pohon di pekarangan rumah, serta membersihkan got
setiap hari. Namun apalah dayaku. Manusia di dunia ini sudah begitu banyak
hingga tak terhitung lagi jumlahnya. Bayangkan saja, mulai dari yang tinggal di
rumah permanen hingga yang tinggal di pinggiran jalan. Sehingga aku tak mampu
bekerja sendiri untuk menyayangi bumi ini. Ketika aku ajak semua teman-temanku
untuk mencoba pola hidup untuk lebih menyayangi dan mempedulikan bumi, mereka
masih saja bersikap acuh serta mengabaikan ajakanku. Aku harus beberapa kali
berfikir agar aku dan mereka yang sama-sama penghuni mau memperhatikan dan
menyanyangi bumi sebagai tempat tinggal kita bersama.
Mungkin
teman-temanku tak tahu bahwasannya bumi tempatku berpijak ini kondisinya sudah
sangat mengkhawatirkan. Jika bumi mempunyai mulut mungkin ia sedang
menjerit-jerit kesakitan atau bahkan berteriak-teriak minta tolong. Tapi apalah
daya bumi, dia hanyalah sebuah planet yang diamanahkan tuhan untuk menitipkan
para makhluk-Nya agar dapat hidup menjalankan tujuannya di alam dunia. Dan tak
mungkin ia berkata pada manusia. Sesungguhnya manusialah yang seharusnya
mengerti dan peduli terhadap bumi serta lingkungannya. Karena tuhan telah
melebihkan derajat manusia daripada makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang lain. Satu
hal lain yang tak pernah manusia sadari yaitu bahwa bumi telah memberikan apa
yang mereka inginkan mulai dari kekayaan alam, keindahan flora dan fauna,
ketersediaan bahan alam, energi, serta oksigen yang dapat dimanfaatkan setiap
hari. Tanpa sedikitpun bumi meminta imbalan pada manusia terhadap apa yang
telah diberikannya. Apa mereka menginginkan bumi itu hancur? Apa mereka pernah
berfikir kalau bumi hancur kehidupan manusia
akan lebih sejahtera? Sungguh persepsi yang salah. Mereka belum
mengetahui kalau bumi hancur maka dunia ini akan kiamat. Tak ada satu makhluk
tuhanpun akan selamat jika bumi hancur. Mungkinkah ketika bumi hancur mereka
akan pindah ke planet lain? Aku pikir itu hal yang mustahil dan bodoh. Itu
hanya imajinasi orang-orang yang memiliki keterbelakangan mental.
Saat
sore hari, sepulang kuliah, aku pun tediam, di bawah pohon yang sudah
berguguran daunnya, sambil kutatap hiruk pikuk dunia yang penuh kerakusan dan
keserakahan. Dalam hati ku berfikir, mungkinkah semua ini akan berakhir,
mungkinkah pula bumi akan sembuh dari penderitaannya, dan mungkinkah ada
orang-orang yang masih menyayangi bumi. Entahlah, mungkin waktu yang akan
menjawab. Ketika terdiam, tiba-tiba aku tersentak kaget kala langit memancarkan
cahaya petir tepat didepanku. Aku pun heran dan bertanya dalam hati “ Astaga !
pertanda apakah ini? Di sore hari yang cerah ini, langit menggemakan petir yang
begitu dahsyatnya. “ lalu aku pun pergi ke rumahku untuk berlindung karena
takut bila hujan badai akan terjadi.
Tak
lama hujan badai pun melanda, ditambah gemuruh suara petir, serta kilauan
cahaya kilat yang menghiasi langit yang mendung serta awan tebal yang hitam.
Kembali ku bertanya dalam hati “ Apakah langit marah, Sehingga dia mengirimkan
hujan badai di tempat ini? Atau langit kasihan kepada bumi akibat ulah manusia
yang tak pernah mau menyayanginya?.” Sudahlah, ini mungkin titah tuhan, tak ada
sedikitpun bencana alam di dunia ini tanpa adanya kehendak tuhan. Jika dia
berkehendak segala apapun akan mungkin terjadi.
Lalu hujan semakin lebat saja, angin bertiup begitu kencangnya,
debu-debu bertebaran di langit, sampah-sampah ikut hanyut dalam air, dan banjir besarpun tak dapat dihindari lagi.
Kuihat banyak manusia yang ingin mencoba meyelamatkan diri. Sebenarnya aku
ingin menolong, tapi banyak sampah yang menghalangi pintu rumahku akibat
terjangan air yang membawanya. Sehingga aku tak dapat menolongnya. Tapi
syukurlah hujan lebat ini cepat berhenti.
Bencana
badai saat itu mengingatkanku bahwa tuhan telah marah terhadap manusia yang
sangat mengacuhkan bumi. Aku jadi sangat giat ingin memulihkan bumi dari
penyakit parahnya ini. Meski tak ada seorangpun yang ikut membantuku.
Siang
harinya aku membersihkan jalan-jalan di sekitar rumahku. Tapi ketika aku
membersihkannya, aku merasakan panas yang menyengat, sehingga kulit-kulit
tubuhku terasa terbakar. Aku heran mengapa ini bisa terjadi. Aku pun mencari
tahu apa sebabnya. Ketika aku menoleh ke arah jalan raya, Aku melihat hal yang
sangat membuatku kaget dan membuatku tercengang. Kepulan asap tebal dari kendaraan
berkumpul di udara. Bukan hanya itu ditambah lagi asap-asap pembuangan pabrik
pun menjadi pemicu bertambahnya volume asap di jalan raya ini. Tak dapat
terelakkan lagi bahwa tingkat polusi di jalan ini sudah sangat tinggi dan sulit
untuk ditanggulangi. Aku makin penasaran mengapa tak ada sedikitpun tumbuhan
yang meyaring semua asap-asap berbahaya ini . Oleh sebab itu, aku pun melihat
kondisi taman kota yang ketika aku kecil tempat itu merupakan tempat paling
sejuk di daerah ini karena aku memang sudah lama ini tidak mengunjungi daerah
tersebut. Maklum karena terlalu sibuknya aku sekolah di SMA dan kuliah. Dan
ternyata ketika aku melihatnya kondisi
taman kota tersebut sudah tak berbekas lagi. Ribuan pohon, semak-semak, air
mancur, kursi dan tempat bermain kini telah berganti menjadi bangunan pencakar
langit yang berisi ribuan penghuni beruang tebal, yang kebanyakan bukan berasal
dari negerinya sendiri. Aku tak habis pikir mengapa taman kota ini bisa-bisanya
dijual kepada pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dibangun sebuah
apartemen. Padahal yang aku tahu dulunya taman kota ini milik pemerintah yang
seharusnya tak bisa dialihfungsikan menjadi bangunan lain. Apalagi apartemen
yang membuat kota ini makin panas saja.
Tak cukup sampai disitu aku kembali ingin melihat kebun yang ketika aku sekolah
SD dulu menjadi tempat berteduh paling nyaman seantero dunia. Sudah hampir
delapan tahun aku tak menyambanginya. Ternyata ketika aku sampai disana
kekecewaan kembali terjadi. Kebun yang dulu penuh bunga dan diselimuti oleh
rerumputan yang hijau sekarang sudah tak nampak lagi. Yang ada hanyalah
bangunan tinggi nan megah yang isinya semua barang belanjaan yang bisa dibeli
dengan harga mahal. Selain itu juga tempat ini hanya diisi oleh dua pohon besar
saja. Apa cukup untuk mengganti semua pohon yang ditebang demi pembangunan mall
ini?. Tentu saja tidak. Bukannya aku tak setuju adanya pembangunan pusat
perbelanjaan atau mall di tengah kota, tetapi harus diimbangi dengan penataan
taman kota dan kawasan hijau di daerah tersebut serta tidak menggangu fasilitas
taman kota yang sudah ada. Pantas saja aku merasakan panas yang melebihi dari
biasanya. Mungkin karena lapisan-lapisan ozon yang ada di atmosfer bumi itu
lama-lama hilang karena pohon-pohonnya saja sekarang sudah banyak ditebang.
Setelah
sekian lama aku melihat kebun yang sudah bermetamorfosis menjadi mall, lalu aku
duduk di dekat pelataran mall sambil meminum segelas es jeruk dingin karena
cuaca disini amat begitu panas. Ternyata tiba-tiba aku bertemu dengan Syifa
teman sekampusku yang juga sedang berjalan-jalan disana. Lalu aku bertanya
padanya, “ Hai Syifa, Sedang apa kau disini, apa kau sedang berbelanja?.” “ Hey
Ixel, teryata kau juga disini, aku tidak sedang berbelanja, aku sedang
membagikan poster selamatkan bumi di
mall ini, agar para orang-orang dapat lebih peduli, menyayangi, serta
memperhatikan bumi. Lagi pula di mall ini banyak sekali orang-orang yang
berdatangan. Mudah-mudahan dengan cara seperti ini orang-orang dapat bekerja
sama denganku agar bumi kita dapat terselamatkan dari ancaman global warming.” Ujar Syifa. “Wah kita
punya misi yang sama, aku juga bermaksud ingin mengkampanyekan untuk menyayangi
bumi, tapi dari tadi aku tak menemukan cara efektif untuk mempublikasikannya.
Untungnya aku betemu kau, sehingga kita dapat bekerja sama bukan begitu?”,
kataku dengan semangat. Lalu Syifa menjawab “ Pastinya Ixel, karena bumi ini
milik kita maka dari itu kita pun harus bertanggung jawab merawat dan
menyayangi bumi kita ini. Bukan hanya memanfaatkannya saja tanpa memikirkan
dampaknya.” Aku sangat gembira mendengar hal tersebut. Karena aku dan Syifa
mengobrol di luar yang suasananya amat panas dan banyak debu, akhirnya aku
mengajak Syifa untuk makan bersama di sebuah restoran di dalam mall tesebut
sambil berbincang-bincang dengannya.
Di
dalam restoran aku mengobrol dengan Syifa tentang semua perubahan yang terjadi
pada bumiku yang tercinta ini khususnya di daerahku. Mulai dari taman kota yang
berubah menjadi apartemen, badai besar yang menyebabkan banjir, hingga kebun
yang berevolusi menjadi sebuah mall. Ternyata Syifa sudah jauh-jauh hari
mengetahui hal ini. Karena dia juga aktif mengikuti perkembangan jaman dan
tidak selalu diam di kampus seperti aku. Aku dapat mengambil banyak pelajaran
dari-Nya. Mulai dari bagaimana kita menyayangi bumi, mencitainya serta
mempunyai rasa memiliki terhadap bumi. Selain itu, dia juga sangat kreatif
serta inovatif dalam memikirkan cara-cara agar banyak orang yang bisa ikut
dalam program sayangi bumi. Dan ide cemerlang yang aku kagumi dari-Nya adalah
ketika ia ingin membuat sebuah komunitas sayangi bumi yang diikuti oleh banyak
anggota, sehingga semakin banyak orang yang ikut maka lambat laun bumi ini
dapat sembuh dari semua penderitaannya. Namun ada satu hal yang masih menjadi
tanda tanya dalam benakku. Maka dari itu, akupun bertanya pada Syifa,” Oh ya,
apa kau sudah memikirkan matang-matang apa sajakah program yang akan kau
terapkan pada komunitas sayangi bumi ini?, lalu apa mungkin anggota kelompokmu
itu tidak merasa terbebani atas program-program tersebut?.” Syifa pun
memaparkan,” Tentunya banyak program yang sudah aku canangkan dalam komunitas
sayangi bumi ini. Beberapa diantaranya adalah, penanaman seribu pohon,
pembuatan bahan bakar ramah lingkungan, pembersihan got secara berkala, serta
penyuluhan-penyuluhan pada warga tentang program sayangi bumi ini. Untuk
anggota menurutku tak akan terbebani karena programku ini akan menyukseskan
program pengijauan pemerintah, serta kita juga dapat mempererat tali
persaudaraan antar manusia, memperbanyak teman, memperbanyak kenalan dan yang
paling penting adalah membebaskan bumi dari segala masalah-masalah yang
membebaninya. Bahkan waktunya pun dapat disesuaikan sebagaimana seluruh anggota
mampu dalam pelaksanaannya. Dan untuk soal biaya kita akan mencari bantuan dana
kepada pemerintah kota, camat, bupati, sampai gubernur dengan melampirkan
proposal yang akan kita buat nantinya.” Aku terkesima mendengar Syifa
memaparkan program komunitas ini dengan sangat detail dan jelas. Aku jadi
sangat semangat dan terobsesi menjaring sebanyak-banyaknya anggota untuk ikut
dalam komunitas sayangi bumi ini. Karena aku tak ingin lagi terjadi
bencana-bencana alam yang menewaskan jutaan korban jiwa akibat kelalaian
manusia sendiri. Semakin banyak anggota yang ikut, maka komunitas ini beserta
program-programnya akan berjalan dengan sukses dalam waktu yang tak lama pula.
0 komentar:
Posting Komentar