Minggu, 03 November 2013

Cerpen Dengan Tema Sayangilah Bumi

Namaku Ixel. Aku adalah seorang mahasiswa jurusan lingkungan hidup yang amat mencintai bumi. Dahulu ketika aku kecil, aku bisa merasakan hidup di kota ini begitu hijau dan asri. Setiap pagi kulihat embun. Selain itu juga, aku dapat setiap hari berolahraga karena udara yang sejuk yang amat baik untuk kesehatan. Namun setelah belasan tahun berlalu, tepatnya ketika aku SMA, aku merasa bahwa bumi ini sudah tua dan sakit. Udara kotor di setiap pagi, panas matahari yang menyengat di siang hari, serta banjir hingga puluhan meter ketika musim penghujan tiba. Tapi aku tak bisa meyalahkan alam. Karena yang bersalah adalah manusia yang tak mau mepedulikan bumi sebagai tempat tinggalnya . Padahal sesungguhnya, merekalah yang ditugaskan oleh tuhan menjadi seorang khalifah agar dapat melindungi bumi sampai datangnya akhir zaman. Tetapi karena kesombongan, kerakusan, dan keserakahan merekalah yang membuat semua ini terlupakan. Tak pernah sedikitpun terpikir oleh mereka bahwa bumi selalu memberikan kontribusi yang luar biasa bagi kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Cobalah mereka singgah di planet lain selain bumi, aku yakin mereka tak akan bisa hidup, mereka pasti punah dan semuanya akan mati. Itulah mengapa tuhan memilih bumi sebagai tempat singgahku serta semua makhluk tuhan yang lainnya . Karena sesungguhnya dia maha tahu apa yang akan terjadi kedepannya.
Kemajuan teknologi, era globalisasi dan perkembangan zaman yang diciptakan sendiri oleh manusia membuat bumi menjadi tak berdaya. Banyaknya manusia yang sibuk dengan tugasnya masing-masing, mencari harta, mencari kesenangan, dan mencari kesuksesan sebesar-besarnya. Lambat laun mereka menjadi orang-orang yang kufur dan lupa bersyukur. Bahwasannya tuhan telah memberikan kenikmatan yang amat lebih kepada mereka dengan kelimpahan bahan alam serta segala fasilitasnya yang ada di bumi yang tak pernah sedikitpun mereka sadari. Aku mencoba memperbaiki kebiasaan buruk orang-orang tersebut terhadap bumi. Mulai dari membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon di pekarangan rumah, serta membersihkan got setiap hari. Namun apalah dayaku. Manusia di dunia ini sudah begitu banyak hingga tak terhitung lagi jumlahnya. Bayangkan saja, mulai dari yang tinggal di rumah permanen hingga yang tinggal di pinggiran jalan. Sehingga aku tak mampu bekerja sendiri untuk menyayangi bumi ini. Ketika aku ajak semua teman-temanku untuk mencoba pola hidup untuk lebih menyayangi dan mempedulikan bumi, mereka masih saja bersikap acuh serta mengabaikan ajakanku. Aku harus beberapa kali berfikir agar aku dan mereka yang sama-sama penghuni mau memperhatikan dan menyanyangi bumi sebagai tempat tinggal kita bersama.
Mungkin teman-temanku tak tahu bahwasannya bumi tempatku berpijak ini kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Jika bumi mempunyai mulut mungkin ia sedang menjerit-jerit kesakitan atau bahkan berteriak-teriak minta tolong. Tapi apalah daya bumi, dia hanyalah sebuah planet yang diamanahkan tuhan untuk menitipkan para makhluk-Nya agar dapat hidup menjalankan tujuannya di alam dunia. Dan tak mungkin ia berkata pada manusia. Sesungguhnya manusialah yang seharusnya mengerti dan peduli terhadap bumi serta lingkungannya. Karena tuhan telah melebihkan derajat manusia daripada makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang lain. Satu hal lain yang tak pernah manusia sadari yaitu bahwa bumi telah memberikan apa yang mereka inginkan mulai dari kekayaan alam, keindahan flora dan fauna, ketersediaan bahan alam, energi, serta oksigen yang dapat dimanfaatkan setiap hari. Tanpa sedikitpun bumi meminta imbalan pada manusia terhadap apa yang telah diberikannya. Apa mereka menginginkan bumi itu hancur? Apa mereka pernah berfikir kalau bumi hancur kehidupan manusia  akan lebih sejahtera? Sungguh persepsi yang salah. Mereka belum mengetahui kalau bumi hancur maka dunia ini akan kiamat. Tak ada satu makhluk tuhanpun akan selamat jika bumi hancur. Mungkinkah ketika bumi hancur mereka akan pindah ke planet lain? Aku pikir itu hal yang mustahil dan bodoh. Itu hanya imajinasi orang-orang yang memiliki keterbelakangan mental.
Saat sore hari, sepulang kuliah, aku pun tediam, di bawah pohon yang sudah berguguran daunnya, sambil kutatap hiruk pikuk dunia yang penuh kerakusan dan keserakahan. Dalam hati ku berfikir, mungkinkah semua ini akan berakhir, mungkinkah pula bumi akan sembuh dari penderitaannya, dan mungkinkah ada orang-orang yang masih menyayangi bumi. Entahlah, mungkin waktu yang akan menjawab. Ketika terdiam, tiba-tiba aku tersentak kaget kala langit memancarkan cahaya petir tepat didepanku. Aku pun heran dan bertanya dalam hati “ Astaga ! pertanda apakah ini? Di sore hari yang cerah ini, langit menggemakan petir yang begitu dahsyatnya. “ lalu aku pun pergi ke rumahku untuk berlindung karena takut bila hujan badai akan terjadi.
Tak lama hujan badai pun melanda, ditambah gemuruh suara petir, serta kilauan cahaya kilat yang menghiasi langit yang mendung serta awan tebal yang hitam. Kembali ku bertanya dalam hati “ Apakah langit marah, Sehingga dia mengirimkan hujan badai di tempat ini? Atau langit kasihan kepada bumi akibat ulah manusia yang tak pernah mau menyayanginya?.” Sudahlah, ini mungkin titah tuhan, tak ada sedikitpun bencana alam di dunia ini tanpa adanya kehendak tuhan. Jika dia berkehendak segala apapun akan mungkin terjadi.  Lalu hujan semakin lebat saja, angin bertiup begitu kencangnya, debu-debu bertebaran di langit, sampah-sampah ikut hanyut dalam air,  dan banjir besarpun tak dapat dihindari lagi. Kuihat banyak manusia yang ingin mencoba meyelamatkan diri. Sebenarnya aku ingin menolong, tapi banyak sampah yang menghalangi pintu rumahku akibat terjangan air yang membawanya. Sehingga aku tak dapat menolongnya. Tapi syukurlah hujan lebat ini cepat berhenti.
Bencana badai saat itu mengingatkanku bahwa tuhan telah marah terhadap manusia yang sangat mengacuhkan bumi. Aku jadi sangat giat ingin memulihkan bumi dari penyakit parahnya ini. Meski tak ada seorangpun yang ikut membantuku.
Siang harinya aku membersihkan jalan-jalan di sekitar rumahku. Tapi ketika aku membersihkannya, aku merasakan panas yang menyengat, sehingga kulit-kulit tubuhku terasa terbakar. Aku heran mengapa ini bisa terjadi. Aku pun mencari tahu apa sebabnya. Ketika aku menoleh ke arah jalan raya, Aku melihat hal yang sangat membuatku kaget dan membuatku tercengang. Kepulan asap tebal dari kendaraan berkumpul di udara. Bukan hanya itu ditambah lagi asap-asap pembuangan pabrik pun menjadi pemicu bertambahnya volume asap di jalan raya ini. Tak dapat terelakkan lagi bahwa tingkat polusi di jalan ini sudah sangat tinggi dan sulit untuk ditanggulangi. Aku makin penasaran mengapa tak ada sedikitpun tumbuhan yang meyaring semua asap-asap berbahaya ini . Oleh sebab itu, aku pun melihat kondisi taman kota yang ketika aku kecil tempat itu merupakan tempat paling sejuk di daerah ini karena aku memang sudah lama ini tidak mengunjungi daerah tersebut. Maklum karena terlalu sibuknya aku sekolah di SMA dan kuliah. Dan ternyata ketika aku melihatnya  kondisi taman kota tersebut sudah tak berbekas lagi. Ribuan pohon, semak-semak, air mancur, kursi dan tempat bermain kini telah berganti menjadi bangunan pencakar langit yang berisi ribuan penghuni beruang tebal, yang kebanyakan bukan berasal dari negerinya sendiri. Aku tak habis pikir mengapa taman kota ini bisa-bisanya dijual kepada pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dibangun sebuah apartemen. Padahal yang aku tahu dulunya taman kota ini milik pemerintah yang seharusnya tak bisa dialihfungsikan menjadi bangunan lain. Apalagi apartemen yang membuat  kota ini makin panas saja. Tak cukup sampai disitu aku kembali ingin melihat kebun yang ketika aku sekolah SD dulu menjadi tempat berteduh paling nyaman seantero dunia. Sudah hampir delapan tahun aku tak menyambanginya. Ternyata ketika aku sampai disana kekecewaan kembali terjadi. Kebun yang dulu penuh bunga dan diselimuti oleh rerumputan yang hijau sekarang sudah tak nampak lagi. Yang ada hanyalah bangunan tinggi nan megah yang isinya semua barang belanjaan yang bisa dibeli dengan harga mahal. Selain itu juga tempat ini hanya diisi oleh dua pohon besar saja. Apa cukup untuk mengganti semua pohon yang ditebang demi pembangunan mall ini?. Tentu saja tidak. Bukannya aku tak setuju adanya pembangunan pusat perbelanjaan atau mall di tengah kota, tetapi harus diimbangi dengan penataan taman kota dan kawasan hijau di daerah tersebut serta tidak menggangu fasilitas taman kota yang sudah ada. Pantas saja aku merasakan panas yang melebihi dari biasanya. Mungkin karena lapisan-lapisan ozon yang ada di atmosfer bumi itu lama-lama hilang karena pohon-pohonnya saja sekarang sudah banyak ditebang.
Setelah sekian lama aku melihat kebun yang sudah bermetamorfosis menjadi mall, lalu aku duduk di dekat pelataran mall sambil meminum segelas es jeruk dingin karena cuaca disini amat begitu panas. Ternyata tiba-tiba aku bertemu dengan Syifa teman sekampusku yang juga sedang berjalan-jalan disana. Lalu aku bertanya padanya, “ Hai Syifa, Sedang apa kau disini, apa kau sedang berbelanja?.” “ Hey Ixel, teryata kau juga disini, aku tidak sedang berbelanja, aku sedang membagikan  poster selamatkan bumi di mall ini, agar para orang-orang dapat lebih peduli, menyayangi, serta memperhatikan bumi. Lagi pula di mall ini banyak sekali orang-orang yang berdatangan. Mudah-mudahan dengan cara seperti ini orang-orang dapat bekerja sama denganku agar bumi kita dapat terselamatkan dari ancaman global warming.” Ujar Syifa. “Wah kita punya misi yang sama, aku juga bermaksud ingin mengkampanyekan untuk menyayangi bumi, tapi dari tadi aku tak menemukan cara efektif untuk mempublikasikannya. Untungnya aku betemu kau, sehingga kita dapat bekerja sama bukan begitu?”, kataku dengan semangat. Lalu Syifa menjawab “ Pastinya Ixel, karena bumi ini milik kita maka dari itu kita pun harus bertanggung jawab merawat dan menyayangi bumi kita ini. Bukan hanya memanfaatkannya saja tanpa memikirkan dampaknya.” Aku sangat gembira mendengar hal tersebut. Karena aku dan Syifa mengobrol di luar yang suasananya amat panas dan banyak debu, akhirnya aku mengajak Syifa untuk makan bersama di sebuah restoran di dalam mall tesebut sambil berbincang-bincang dengannya.
Di dalam restoran aku mengobrol dengan Syifa tentang semua perubahan yang terjadi pada bumiku yang tercinta ini khususnya di daerahku. Mulai dari taman kota yang berubah menjadi apartemen, badai besar yang menyebabkan banjir, hingga kebun yang berevolusi menjadi sebuah mall. Ternyata Syifa sudah jauh-jauh hari mengetahui hal ini. Karena dia juga aktif mengikuti perkembangan jaman dan tidak selalu diam di kampus seperti aku. Aku dapat mengambil banyak pelajaran dari-Nya. Mulai dari bagaimana kita menyayangi bumi, mencitainya serta mempunyai rasa memiliki terhadap bumi. Selain itu, dia juga sangat kreatif serta inovatif dalam memikirkan cara-cara agar banyak orang yang bisa ikut dalam program sayangi bumi. Dan ide cemerlang yang aku kagumi dari-Nya adalah ketika ia ingin membuat sebuah komunitas sayangi bumi yang diikuti oleh banyak anggota, sehingga semakin banyak orang yang ikut maka lambat laun bumi ini dapat sembuh dari semua penderitaannya. Namun ada satu hal yang masih menjadi tanda tanya dalam benakku. Maka dari itu, akupun bertanya pada Syifa,” Oh ya, apa kau sudah memikirkan matang-matang apa sajakah program yang akan kau terapkan pada komunitas sayangi bumi ini?, lalu apa mungkin anggota kelompokmu itu tidak merasa terbebani atas program-program tersebut?.” Syifa pun memaparkan,” Tentunya banyak program yang sudah aku canangkan dalam komunitas sayangi bumi ini. Beberapa diantaranya adalah, penanaman seribu pohon, pembuatan bahan bakar ramah lingkungan, pembersihan got secara berkala, serta penyuluhan-penyuluhan pada warga tentang program sayangi bumi ini. Untuk anggota menurutku tak akan terbebani karena programku ini akan menyukseskan program pengijauan pemerintah, serta kita juga dapat mempererat tali persaudaraan antar manusia, memperbanyak teman, memperbanyak kenalan dan yang paling penting adalah membebaskan bumi dari segala masalah-masalah yang membebaninya. Bahkan waktunya pun dapat disesuaikan sebagaimana seluruh anggota mampu dalam pelaksanaannya. Dan untuk soal biaya kita akan mencari bantuan dana kepada pemerintah kota, camat, bupati, sampai gubernur dengan melampirkan proposal yang akan kita buat nantinya.” Aku terkesima mendengar Syifa memaparkan program komunitas ini dengan sangat detail dan jelas. Aku jadi sangat semangat dan terobsesi menjaring sebanyak-banyaknya anggota untuk ikut dalam komunitas sayangi bumi ini. Karena aku tak ingin lagi terjadi bencana-bencana alam yang menewaskan jutaan korban jiwa akibat kelalaian manusia sendiri. Semakin banyak anggota yang ikut, maka komunitas ini beserta program-programnya akan berjalan dengan sukses dalam waktu yang tak lama pula.



-  SELESAI -

0 komentar:

Posting Komentar