Sebuah kereta api yang
berangkat dari Rangkasbitung, bertabrakan dengan kereta api yang berangkat dari
Stasiun Tanah Abang. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu musibah paling
buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia.
Kronologi kejadian:
Kronologi kejadian:
1. Pagi hari senin tanggal 19 Oktober 1987, ada dua
kereta api ekonomi yang berjalan ke dua arah yang berbeda.
2. Kereta yang pertama adalah KA Cepat (KA 220)
jurusan Tanahabang-Merak yang ditarik lok BB303 16. Sedangkan yang satunya adalah
KA lokal (KA 225) jurusan Rangkasbitung-Tanahabang ditarik lok BB306 16.
3. Menurut jadwal, seharusnya keduanya akan bersilang
di stasiun Sudimara, dimana kalau tepat waktu, KA 225 seharusnya datang pukul
06.40 dan menunggu KA 220 yang lewat pada pukul 06.49.
4. Tapi kenyataannya, KA 225 ini terlambat 5 menit
ketika sampai di Sudimara. Dan di jalur 2 sudah ada KA barang yang menunggu.
Karena stasiun Sudimara hanya punya 3 jalur, dan jalur 1 kondisinya agak rusak,
maka KA 225 dimasukkan ke jalur 3.
5. Karena penuh, maka kegiatan persilangan jadi
mustahil. Otomatis persilangan terpaksa dipindahkan ke stasiun Kebayoran. Namun
karena hal inilah, kemudian terjadi rentetan
kesalahan prosedur yang akhirnya menyebabkan 139 orang tewas.
RENTETAN KESALAHAN FATAL
1. Menurut peraturan, untuk memindahkan persilangan ke
Kebayoran, PPKA harus meminta ijin dulu ke Kebayoran,
dan setelah diijinkan, baru PPKA membuat surat PTP (Pemindahan Tempat Persilangan)
ke masinis KA 225.
2. Tapi apa yang terjadi malah sebaliknya. PPKA malah
membuat PTP dan memberikannya ke masinis, baru meminta ijin ke Kebayoran
kemudian! Parahnya, oleh PPKA Kebayoran malah dijawab “Gampang, nanti diatur!”
3. Dan sesaat setelah itu, terjadi pergantian petugas
PPKA Kebayoran. PPKA pengganti ini telah diberitahu pendahulunya bahwa di
Sudimara ada 2 KA dari Sudimara yang belum masuk, termasuk KA 225. Pada saat
itu, KA 220 sudah ada di Kebayoran dan siap berangkat.
4. Sementara itu di Sudimara, PPKA menyuruh juru
langsir untuk melakukan tugasnya. Seharusnya pada
saat itu, masinis harus memberikan laporan T-83 ke PPKA dan memberitahu rencana
langsiran ke masinis.
5. Tapi entah kenapa, keretanya tiba-tiba langsung
tancap gas dan melesat ke Kebayoran, tanpa ijin dari PPKA. Bahkan Kondekturnya
juga tidak sempat naik!
6. Karena kewalahan, juru langsir langsung melapor ke
PPKA. Mereka berdua lalu menggoyangkan sinyal secara bergantian untuk
menghentikan KA 225. Namun inipun sia-sia. PPKA Sudimara pun tak patah arang,
dia kejar KA tersebut sambil mengibarkan bendera merah. Tapi inipun juga gagal,
dan sang PPKA akhirnya pingsan sekembalinya ke stasiun.
7. Pada saat yang sama, KA 220 berangkat dari
Kebayoran menuju Sudimara…
PERJALANAN MENUJU MAUT
Jadi bisa dibayangkan, satu
petak antar stasiun diisi dua kereta yang berjalan pada arah yang berlawanan,
dengan kecepatan penuh!
Kebetulan di KM 17+252
terdapat tikungan zig-zag yang berjarak pendek, tapi dikelilingi pepohonan yang
rimbun. Di sini sudut pandang cukup terbatas, dan kedua kereta bertemu secara
tiba-tiba. Otomatis para masinisnya tidak sempat mengerem, dan apa yang bisa
dilakukan hanyalah meloncat keluar!
Tabrakanpun tak bisa
dielakkan, dan kedua kereta ini langsung bertubrukan muka. Impaknya demikian
dashyatnya, hingga gerbong pertama di belakang lokomotif di kedua kereta
langsung menyelimuti lokomotifnya. Efek teleskopik ini menewaskan banyak
penumpang, dan mereka yang bernasib malang langsung “TERGILING” oleh putaran
kipas radiator lokomotif. Karena itu tidak heran bahwa semua korban tewas
berada di gerbong pertama dan di lokomotif.
Sesaat setelah tabrakan,
tempat itu dipenuhi oleh tangisan, jeritan, serta bau darah dari dalam
rongsokan kereta…
DAMPAK TRAGEDI INI
Kejadian ini sempat ramai
diberitakan di berbagai media massa, dan sangat mengejutkan masyarakat.
Walaupun kecelakaan kereta api sudah sering terjadi di dekade 80an, tapi baru
kali ini terjadi kecelakaan yang separah ini.
PJKA tidak tinggal diam.
Beberapa operasi penertiban segera dilaksanakan. Hal ini perlu, mengingat KA di
jalur sekitar Tanah abang memang dari dulu terkenal karena ketidak tertibannya.
Entah karena banyaknya penumpang di lokomotif maupun di atap, ataupun karena
banyak penumpang yang tidak membayar dan suka menghajar kondektur. Dan pada
saat kejadian, lokomotif KA 225 memang dipenuhi penumpang gelap, sebagian
bergelantungan di luar.
Selain itu beberapa
peningkatan prasarana juga dilakukan untuk pencegahan. Seperti pemasangan radio
di lokomotif (pada wakktu kejadian, sedikit lokomotif di Indonesia yang punya
radio). Selain itu di antara stasiun Kebayoran dan Sudimara kemudian dibangun
stasiun baru (Pondok Ranji). Sistem persinyalan di jalur ini kemudian dirubah
dari mekanik menjadi elektrik.
Efek terbesar dari
kejadian ini adalah pembangunan double track besar-besaran untuk mencegah
tabrakan muka terjadi lagi. Ironisnya, program ini baru terlaksana hampir dua
dekade kemudian dan akhirnya jalur ganda ini selesai pada tahun 2007.
Andai proyek jalur ganda ini selesai 20 tahun lebih awal…
Andai proyek jalur ganda ini selesai 20 tahun lebih awal…
Namun, kecelakaan ini juga
menyisakan beberapa teka-teki hingga saat ini. Apa sesungguhnya yang
menyebabkan masinis KA 225 berjalan tanpa ijin? Dan setelah kejadian itu, krane
“Si Bongkok” yang dipakai untuk menolong, sempat mengalami anjlok dalam
perjalanan kembali ke Manggarai.
Setelah kejadian, kedua
lokomotif yang terlibat langsung dibawa ke Manggarai dan Pengok (Yogyakarta).
Yang di Manggarai sempat dipajang selama beberapa waktu di sana sebelum
akhirnya dirucat. Sedangkan yang di Pengok langsung dirucat. Tapi radiatornya
sempat digeletakan selama beberapa tahun. Bahkan hingga tahun 2005, masih ada
di sana. Konon, para tukang besinya tidak berani merucatnya karena ada banyak
anggota tubuh yang tersisa di sana. Dan menurut kesaksian beberapa karyawan BY
Yogya, setiap malam sisa radiator tersebut suka mengeluarkan suara misterius…
Apapun kebenarannya , kita hatus berdoa agar tidak akan terjadi lagi kecelakaan seperti ini.